Thursday 13 February 2014

Sekelumit Catatan di Dunia Penanggulangan Bencana

Penanggulangan bencana disusun dari dua kata yaitu penanggulangan dan bencana. Penanggulangan menurut kamus besar bahasa indonesia berarti proses, cara, perbuatan menghadapi; mengatasi. Sementara bencana berarti sesuatu yg menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan; mala petaka; kecelakaan.

Pengertian penanggulangan bencana adalah serangkaian kegiatan baik sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan memulihkan diri dari dampak bencana (IDEP, 2007). Secara umum kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan bencana adalah sebagai berikut: pencegahan, pengurangan dampak bahaya, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan (rehabilitasi dan rekonstruksi), dan pembangunan berkelanjutan yang mengurangi risiko bencana.
siklus penanggulangan bencana secara umum (Sumber: IDEP, 2007)
Banyak pihak yang konsen terhadap penanggulangan bencana. Namun antar pihak stakeholder atau instansi tersebut sering berjalan sendiri-sendiri. Perlu adanya jembatan yang menghubungkan antar instansi tersebut sehingga tercipta alur informasi tentang penanggulangan bencana yang baik diantara stakeholders atau instansi.
Sedikit pengalaman penulis dalam kegiatan penanggulangan bencana ini dimaksudkan agar menjadi bahan pertimbangan bagi instansi yang lain untuk meningkatkan kinerja dari berbagai unit kerja yang menangani penanggulangan bencana dan selanjutnya dapat dibuat strategi program penanggulangan bencana di Indonesia. Pengalaman penulis terkait dengan program penanganan bencana adalah sebagai berikut:
1.  GIZ/GTZ ( Livelihood Recovery for DI Yogyakarta dan Central Java )

GTZ didirikan pada tahun 1975 sebagai sebuah badan usaha milik pemerintah Jerman yang berupaya untuk berperan serta dalam usaha pembangunan yang berkelanjutan di seluruh dunia. Hasil kerja yang sukses dan nyata GTZ di Indonesia didasarkan pada kerja sama jangka panjang antara pemerintah Indonesia dan Jerman. Di samping bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, GTZ juga bekerja sama dengan pemerintah, non pemerintah dan sektor swasta untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dengan menyeimbangkan aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
Sejak pertengahan tahun 2009, melalui Proyek Pemulihan Ekonomi yang didanai oleh Java Reconstruction Fund (JRF), GTZ bekerja dengan menyediakan layanan keuangan yang berkelanjutan serta bantuan teknis bagi usaha mikro, kecil dan menengah maupun bagi lembaga keuangan mikro yang terkena dampak gempa.
Tentang JRF
Java Reconstruction Fund (JRF) adalah sarana hibah dari berbagai donor yang dibentuk sebagai respon terhadap gempa yang melanda Propinsi Yogyakarta dan sebagian Propinsi Jawa Tengah. Sarana hibah ini dibentuk atas permintaan dari Pemerintah Indonesia untuk mendukung upaya pemerintah dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca gempa. Mandat JRF akan berakhir pada Desember 2011. Sarana hibah yang dikelola oleh Bank Dunia ini merupakan sumbangan dari tujuh donor, antara lain: Uni Eropa, Pemerintah Belanda, Inggris, Asian Development Bank, Pemerintah Canada, Denmark dan Finlandia. JRF mengumpulkan dana total senilai US$ 94,06 juta dari para donor ini
Geliat kebangkitan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di wilayah Propinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah meningkat seiring dengan berlangsungnya Proyek Pemulihan Ekonomi (Livelihood Recovery Project) yang didanai oleh multi-donor Java Reconstruction Fund (JRF) untuk membantu UMKM yang terkena dampak gempa tahun 2006. Sarana hibah JRF dibentuk sebagai respon terhadap permintaan Pemerintah Indonesia dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa yang melanda pesisir selatan-tengah Pulau Jawa. Bank Dunia sebagai pengelola dana JRF menugaskan GTZ, sebuah lembaga kerjasama teknis Pemerintah Jerman, untuk melaksanakan proyek ini yang bekerja sama dengan pemerintah daerah. Proyek Pemulihan Ekonomi ini bertujuan agar UMKM dan masyarakat berpenghasilan rendah yang terkena imbas gempa dapat memulihkan perekonomiannya.
Proyek ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan tiga komponen operasional, yaitu:
1. Akses keuangan dan bantuan teknis bagi Usaha Mikro dan Kecil.
GTZ bersama dengan PT. Permodalan Nasional Madani (PNM) menyusun sebuah mekanisme pinjaman keuangan mikro untuk meningkatkan akses keuangan bagi UMKM. Sebagian dana hibah dari JRF disalurkan melalui PT. PNM dalam bentuk pinjaman dana bergulir ke lembaga keuangan mikro seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Koperasi maupun Baitul Mal wat Tamwil (BMT) yang memenuhi syarat. Selanjutnya, lembaga keuangan mikro tersebut yang akan menyalurkan dana sebagai kredit modal usaha kepada UMKM yang terkena dampak gempa baik langsung maupun tidak langsung yang beradai di wilayah DIY dan Jawa Tengah (Kabupaten Klaten, Boyolali dan Sukoharjo). Hingga saat ini, dana senilai 9 milyar rupiah telah disalurkan kepada lebih dari 2000 UMKM, dimana 30% adalah para wanita.
Proyek Pemulihan Ekonomi juga telah memberikan pelatihan untuk meningkatkan kualitas produksi maupun kewirausahaan kepada 1850 orang dari 23 desa di wilayah 7 kabupaten yang terkena dampak gempa.
2 Strategi penyelesaian kredit bermasalah bagi UMKM.
Proyek Pemulihan Ekonomi membantu BPR untuk menangani penyelesaian kredit bermasalah dengan UMKM yang menjadi krediturnya. Hingga saat ini, lebh dari 800 pinjaman bermasalah dari 450 nasabah UMKM dan 50 kelompok telah dinilai. Tunggakan pinjaman telah menurun hingga lebih dari 14% sebagai hasil kerja sama antara proyek dengan 12 BPR yang berpartisipasi dalam program ini. GTZ menyediakan pelatihan tentang analisis kredit dan penanganan kredit bermasalah untuk meningkatkan kapasitas para petugas kredit dari ke-12 BPR tersebut. Sedangkan UMKM ditawari pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan manajemen keuangannya serta kewirausahaannya.
3. Mengembalikan kapasitas penuh dan menciptakan kesempatan untuk memperbaiki daya saing Usaha Menengah.
Hingga saat ini, tim proyek telah melakukan penilaian terhadap 73 usaha menengah di bidang furniture, batik dan kerajinan. Proyek bekerja sama dengan asosiasi bisnis dan juga 11 BPR untuk menyeleksi usaha menengah yang layak untuk diberikan bantuan teknis yang berupa upaya promosi dan pemasaran untuk meningkatkan omzet yang pada gilirannya akan meningkatkan tenaga kerja. Usaha menengah yang terpilih akan diikutsertakan dalam berbagai pameran nasional maupun internasional. Saat ini, tim proyek juga sedang menjajaki internet sebagai media promosi dan pemasaran.
2. Studi Penyusunan Peta Rawan Banjir, Bencana dan Kekeringan
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan WS Bengawan Solo adalah persoalan bencana, khususnya bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Hampir setiap tahun terjadi bencana, dari skala kecil dan bersifat lokal sampai bencana yang menimbulkan kerugian besar. Pada akhir 2007, terjadi bencana banjir yang menimbulkan genangan di banyak tempat di sepanjang alur Sungai Bengawan Solo dan mengakibatkan kerugian cukup besar. Daerah-daerah yang terdampak banjir tersebut antara lain adalah Surakarta, Pati, Bojonegoro. Daerah Bojonegoro dapat dikatakan merupakan daerah yang menjadi langganan genangan banjir.
Maksud dari kegiatan studi penyusunan peta rawan bencana ini adalah untuk mengidentifikasi daerah atau kawasan rawan bencana dan penyusunan tiga jenis peta rawan bencana alam, yaitu peta rawan banjir, peta rawan longsor, dan peta rawan kekeringan di WS Bengawan Solo. Identifikasi dan penyusunan peta rawan ketiga jenis bencana alam ini didasarkan pada hasil studi-studi yang pernah dilakukan di WS Bengawan Solo.
Ketiga peta rawan bencana yang dihasilkan dari studi ini diharapkan menjadi pendukung dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan mitigasi bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan serta keputusan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan ketiga jenis bencana tersebut. Beberapa jenis kegiatan mitigasi bencana yang dapat didukung oleh peta rawan bencana ini antara lain adalah perencanaan tata ruang wilayah ataupun penerapan sistem peringatan dini bencana. Dalam kaitan penanggulangan bencana, peta rawan bencana sangat membantu dalam perencanaan tanggap darurat bencana.
Sedangkan tujuan kegiatan Studi Penyusunan Peta Rawan Banjir, Bencana, dan Kekeringan adalah sebagai berikut :

  1. Mengumpulkan peta-peta rawan banjir, bencana dan kekeringan dari hasil studi-studi terdahulu,
  2. Menyusun peta rawan banjir, bencana dan kekeringan di Wilayah Sungai Bengawan Solo,
  3. Mengidentifikasi potensi bencana di Wilayah Sungai Bengawan Solo.

Metode : Pembobotan/ Skoring, dan Pemetaan menggunakan software GIS berdasarkan pedoman dari BNPB dan Kepmen PU.

3. Pengumpulan data terkait bencana dengan cepat menggunakan media handphone, gps dan server free (Community Based for Health and First Aid/CBHFA  PMI, ARC, SRC)
Kegiatan ini dilakukan oleh PMI bekerjasama dengan American Red Cross dan Spanish Red Cross. Seperti halnya kegiatan penanggulangan bencana diperlukan data yang akurat di lapangan. Pendataan yang dilakukan oleh PMI ini menggunakan inovasi pada alat pengumpul data, yaitu menggunakan teknologi smartphone sebagai ganti kuesioner konvensional.
Metode survei untuk pengumpulan data terkait mitigasi bencana menggunakan HP, server, dan Internet. Cara ini lebih efektif, karena memotong langkah inputing data. Data yang diambil pada pagi dan siang hari jika sudah selesai pada sore hari dapat langsung dikirim dari lokasi survei, sehingga dapat langsung diolah untuk berbagai kepentingan. 
Selain itu kontrol terhadap data sangat bagus, yaitu dapat dikontrol baik dari waktu maupun lokasi yang tercatat dalam log server. Metode ini dirasakan berat pada awal penyediaan alat tetapi jika dipertimbangkan jauh kedepan akan lebih murah dan ramah lingkungan (paperless), karena alat dapat digunakan lebih dari satu kali dan tidak memerlukan biaya untuk pembelian dan maintenance server karena menggunakan pihak ketiga yang terjamin kualitasnya. Pengamanan pada handphone juga dilakukan untuk mengantisipasi jika tertinggal atau hilang dengan cara menanamkan software untuk tracking lokasi handphone. Pertimbangan tersebut menjadikan metode ini layak untuk dipertimbangkan dalam pengumpulan data dilapangan sebelum, saat atau setelah bencana.

Kesimpulan
Sedikit pengalaman penulis tersebut di atas kemudian jika ditinjau dari siklus penaggulangan bencana, maka dapat disimpulkan:
1.GTZ yang sekarang berganti menjadi GIZ telah melakukan program pemulihan peca gempa di DIY dan JATENG. Pemulihan adalah serangkaian usaha untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula atau menjadi lebih baik dengan melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi. Program ini merupakan kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Jerman. Metode yang digunakan adalah pemberian bantuan teknis dan finansial berupa kredit yang dananya berasal dari JRF, dan dalam penyalurannya bekerjasama dengan PNM.
2.BBWS Bengawansolo telah melakukan pemetaan rawan bencana banjir, longsor dan kekeringan yang kemudian menjadi pendukung dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan mitigasi bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan serta keputusan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan ketiga jenis bencana tersebut. Metode yang digunakan adalah pembobotan/ skoring menggunakan GIS yang mengacu pada pedoman yang dikeluarkan BNPB dan Permen PU.
3.PMI telah melakukan inovasi survei menggunakan teknologi smartphone yang untuk pengumpulan data awal yang selanjutkan digunakan untuk medukung program mitigas bencana di daerah. Survei ini membutuhkan resources yang besar diawal tetapi karena sifatnya yang dapat digunakan berulang-ulang maka selanjutnya akan mengurangi biaya suvei pada kegiatan selanjutnya. Selain itu kecepatan data dan kontrol terhadap data yang bagus menjadikan keunggulan metode ini untuk layak dipertimbangkan dalam pengumpulan data sebelum, saat atau sesudah bencana terjadi secara cepat, dan data yang berkualitas. 

( Oleh: Rajib K. A. )

No comments:

Post a Comment